Akhir-akhir ini banyak ditentang kekerasan dalam keluarga, khususnya
tindak kekerasan suami terhadap isterinya. Akupun sebagai wanita semula
juga setuju dengan penentangan itu. Tetapi pengalaman yang kujalani
memberikan pandangan lain, aku bisa menerima bahkan amat menikmati
kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadapku.
Aku ingin membagi pengalamanku ini berdasarkan kenyataan di lapangan,
bahwa banyak wanita mengalami kekerasan dari suaminya dan mereka
mengadakan penentangan tersebut, baik penentangan itu berupa tindakan
untuk minta cerai maupun penentangan itu dilakukan secara psikologis
saja, karena ia tidak berdaya. Penentangan, khususnya penentangan secara
psikologis itu malah membuat si wanita menderita tanpa bisa berbuat
apa-apa. Pengalamanku ini perlu kubagi, pertama karena ternyata di balik
rasa sakit yang tak terperikan itu, ada rasa nikmat yang jauh lebih
nikmat daripada hanya melayani suami secara “normal”. Kedua, ternyata
banyak juga pasangan suami isteri yang mengalami masalah kelainan ini,
baik si isteri maupun si suami tapi karena tidak memahami
permasalahannya, mereka ambil jalan pintas untuk cerai.
Ceiteraku ini kuawali dengan pertanyaan yang kutujukan pada anda,
khususnya pada sesama wanita. Pernahkah anda menginginkan setiap saat
anda menangis menjerit-jerit kesakitan sambil meronta-ronta berkelojotan
dgn tubuh berlumuran darah penuh luka? Sama dgn anda, akupun tak pernah
menginginkan, bahkan memikirkan saja tak pernah. Tapi nasib membuatku
setiap saat membiarkan tubuhku disiksa sampai aku hrs menjerit
melolong-lolong kesakitan. Namun akhirnya aku bisa menerima hal itu,
bahkan kini aku bisa menikmatinya, kini justru aku yg memintanya bila
Ifan tak menyiksaku.
Aku benar-benar menjadi ketagihan untuk mengalami siksaan yang
mendatangkan rasa sakit yang tak terperikan, sebab ternyata di balik
rasa sakit yang amat sangat, bila sampai ke tahap tertentu ketahanan
kita, justru akan kita rasakan kenikmatan yang jauh lebih hebat daripada
kalau kita melakukannya dengan normal. Juga bagi suami akan
mendatangkan rasa nikmat yang jauh lebih hebat saat tubuh si isteri
mengejang keras menahan rasa sakit yang hebat, sebab pada saat itulah
vagina si isteri akan menjepit kuat-kuat kemaluan si suami; dan tentu
saja ini mendatangkan rasa nikmat yang luar biasa bagi suami.
Ketika aku berpacaran dgn Ifan, akupun tak pernah membayangkan akan
mengalami nasib spt itu. Ifan penuh perhatian, amat menyayangiku dan
selalu memanjakanku. Ia juga punya masa depan yg pasti sbg pengusaha
muda yg sukses. Ia benar-benar pria idola gadis-gadis, ia amat sempurna
tiada cacat sedikitpun, ia amat gagah dan tampan. Akupun hrs bersaing
ketat dgn gadis yg lain utk mendapatkannya, karena itu aku amat bahagia
bisa bersanding di pelaminan dgnnya.
Aku gemetar ketika hrs tidur berdua dgn Ifan seusai pesta pernikahandi
di malam pertama, bagiku malam itu pertama kali aku tidur di samping
pria. Tubuhku menggigil dan keringat membanjiri tubuhku ketika tangan
Ifan mulai menyelinap di balik gaun tidurku dan dgn lembut meremas
susuku. Ingin aku mencegah tangan itu meneruskan meremas-remas daging
lembut di dadaku, tapi aku sadar bhw aku kini adalah isterinya. Aku
pasrah saja ketika tangannya mulai membuka baju tidurku dan dgn pelan
melepas satu persatu pakaianku hingga aku tergolek telanjang bulat di
sisinya. Sebenarnya aku malu sekali ia melihat tubuhku yg telanjang,
tapi aku menyadari bhw Ifan kini adalah suamiku, krn itu kubiarkan saja
ketika bibirnya mulai mengulum puting susuku. Tubuhku bagaikan kena
aliran listrik, panas dingin nggak karuan ketika lidahnya mulai
menari-nari di susuku, menyebabkan rasa nikmat yg belum pernah
kurasakan, apalagi ketika kemudian tangan Ifan mulai membelai-belai dan
mengelus-elus kemaluanku dgn tetap mulutnya mengulum kedua susuku
bergantian. Gairah mulai menggelora dalam tubuhku dan aku secara mulai
menyambut cumbuan Ifan. Tak ada lagi rasa malu, gejolak dlm diriku
membuatku lupa segalanya, kupagut dan kupeluk tubuh Ifan dgn gemas dan
liar, dan baik mulut maupun tangan Ifanpun semakin liar menjelajahi
bagian-bagian yg peka di tubuhku membuat gairahku semakin menggelora dan
aku sudah menantikan saat-saat yg membahagiakan ketika Ifan mulai
menindih tubuhku dan salah satu bagian tubuh Ifan mendesak dan menekan
ingin menerobos tubuhku. Aku semakin liar dan ganas memagut dan memeluk
Ifan, seolah-olah ingin semua tubuhnya kulumat dan kumasukkan ke
tubuhku.
Tiba-tiba Ifan mengeluh lalu lemas terkulai di atas tubuhku. Nafsunya
yg tadi menggelora membakar dirinya padam seketika meski ia tetap
memelukku erat-erat. Aku yg menginginkan lebih banyak lagi darinya
seketika ikut mendingin dan kembali spt semula. Ifan dgn lemas turun
dari atas tubuhku lalu terpekur diam. Ifan mohon maaf atas perlakuannya
pdku. Aku bisa memahami sepenuhnya bila ia masih mengingat Ida, karena
itu aku belai-belai kepalanya dng penuh kasih.
Ternyata kejadian tsb tidak hanya sekali itu saja. Aku tetap amat
bahagia mendampinginya, kecuali dlm satu hal, setiap dia mau melakukan
fungsinya sbg suami pasti terhenti di tengah jalan.
Satu kali dua kali aku masih bisa menerimanya tapi setelah berkali-kali
gagal sebenarnya di hati kecilku mulai tumbuh kekecewaan dan kekesalan
juga, namun semua hal itu kupendam dalam-dalam dan tak kuperlihatkan
betapa kecewa hatiku ketika gelora nafsu sedang bergolak naik tiba-tiba
hrs dipadamkan. Aku tetap berusaha tampak bahagia, apalagi Ifan semakin
memanjakan dan memperhatikan aku.Semua hal hampir tak boleh kukerjakan,
dia sendiri yg mengerjakan. Aku benar-benar tak tahu apa yg hrs
kuperbuat setiap Ifan memohon maaf pdku setiap kegagalannya. Meski
sebulan sudah aku menjadi pengantin, aku masih tetap perawan.
Malam itu kami menonton video porno di kamar tamu dan adegan-adegan
di film itu membuat kami terangsang. Satu persatu pakaian kami lepas
dari tubuh kami dan kami bercumbu di sofa di ruang itu. Tapi kembali
ketika sedang mendaki ke puncak kenikmatan, Ifan melemas lagi. Entah
siapa yg memulai, kami bertengkar dan itulah pertengkaran pertama kami
sejak kami pacaran. Pertengkaran semakin hebat dan membuat kami lepas
kendali sampai dia membentak:
“Ika kupukul kau kalau nggak diam!”
Dibentak spt itu bukan membuatku takut, malah aku menantangnya:
“Coba ayo pukul … ayo pukul …” kataku sambil mendekatkan diri
“Ika … kuperingatkan kau …” bentaknya tampak ia benar-benar menahan
marah yg luar biasa, wajahnya merah padam, matanya melotot dan giginya
berkerot-kerot, tapi aku nggak takut sama sekali, malah membuatku lebih
berani. Mungkin kekecewaan yg selama ini kucoba untuk kusembunyikan
akhirnya meledak juga.
“Ayo kalau kau lelaki, pukul aku … wong kau selama ini terbukti bukan lelaki …”
Perkataanku belum selesai ketika Ifan tiba-tiba merenggut cambuk
hiasan yg menempel di dinding ruang tamu dan seolah aku nggak percaya
melihatnya, ia mengangkat cambuk itu dan …
“Auuuughh…” aku melolong keras sekali, tubuhku terasa terbelah menjadi
dua oleh rasa sakit yg tak pernah terbayangkan olehku ketika cambuk itu
mendera tepat di dadaku, melibas kedua susuku terus melingkar ke
punggungku. Kakiku terasa lemah dan tak sanggup menopang tubuhku, aku
jatuh berlutut di karpet. Belum sempat aku mengambil nafas kembali aku
menjerit sekuat-kuatnya ketika Ifan kembali menyabetkan cambuk di
tangannya ke punggungku. Gemeretak gigiku menahan rasa sakit yg
menyeruak sampai ke seluruh tubuhku sampai kepala ini seolah meledak
merasakan rasa sakit yg tiada tertahankan ketika kembali cambuk itu
mendera kedua susuku terus melibas melingkar memotong tubuhku. Limbung
aku seketika merasakan rasa sakit yg tiada terperikan itu dan aku jatuh
terguling di karpet. Tampaknya kemarahan Ifan belum turun, belum sempat
aku mengambil nafas, kembali punggungku serasa terbelah oleh rasa sakit
yg seolah meledakkan kepalaku.
Aku terus berusaha menghindar dgn berguling-guling di karpet sambil
meringkukkan tubuhku sekecil mungkin tapi Ifan terus mengejar dan terus
menyabetkan cambuk itu berkali-kali.
“Aadduuuhhh … huuhuuhuu … aaampuunnnnn … hhentikkaannnnn ….aaaaaaddduhhh
… sssaaaakitttttt … hhhhhuuuhhhuuuhhuuuuu …. aaampuuunnnnn ….” aku
memohon-mohon pada Ifan utk segera menghentikan mencambuki diriku.
Tiba-tiba Ifan membuang cambuk di tangannya dan kukira selesai, tetapi
ternyata tidak. Ifan lalu menubruk tubuhku yg meringkuk di lantai,
ditelentangkannya tubuhku dengan kasar lalu ia menindihku dan tangannya
dgn keras meremas kedua susuku yg luka-luka akibat sabetan cambuk tadi.
Aku merintih dan menangis kesakitan, rasa sakit akibat cambukan belum
habis kini ditambah dgn Ifan yg dgn buas dan liar mengulum dan menggigit
kedua puting susuku.
Aku kembali menjerit-jerit kesakitan, tapi Ifan malah semakin ganas
meremas, menggigit dan entah apalagi yg dilakukan pd diriku. Ketika
kurasakan giginya mengigit puting susuku kuat-kuat, aku meronta-ronta
sambil menangis karena rasa sakit yang tak tertahankan lagi, sampai aku
ingin pingsan saja.
Dgn kasar direnggangkannya kedua pahaku dan kembali terasa milik Ifan
berusaha menembus lubang kemaluanku. Ifan dgn liar dan ganas menekankan
miliknya sambil tetap menggigit susuku membuat aku menangis
menjerit-jerit kesakitan. Ifan bukannya reda melainkan bertambah ganas
dan kuat menekankan miliknya dan … krekkkkk … terasa ada sesuatu yg
robek dlm lubang kemaluanku.
Aku menjerit pelahan, rasa pedih terasa dlm kemaluanku dan aku
mendorong Ifan, tetapi apalah arti tenagaku melawan Ifan yg spt
kesetanan itu. Semakin aku mengaduh kesakitan ia malah semakin kuat dan
cepat mengayun-ayunkan pantat dan bagian bawah tubuhnya membuat miliknya
bergerak keluar masuk lubang kemaluanku. Rasa nikmat mulai menyeruak di
sela-sela rasa sakit yang masih mendenyut-denyut di seluruh tubuhku,
dan rasa nikmat itu semakin lama semakin nyata kurasakan hampir
mengalahkan rasa sakit yg mendera seluruh tubuhku.
Kupagut tubuh Ifan yg masih terus menindih tubuhku sambil meremas dan
mengulum kedua susuku. Ifan semakin liar dan ganas menggerak-gerakkan
miliknya dalam rongga tubuhku membuat diriku melayang-layang di awan
kenikmatan sampai pd suatu saat ia merangkulku sekuat-kuatnya sambil
membenamkan miliknya sedalam mungkin dan menggerakkan secepat mungkin
menyebabkan rasa nikmat yg belum pernah kurasakan. Aku melenguh dan
memagut dia sekuat-kuatnya dan kami larut dalam kenikmatan yg tiada
tara. Namun bersamaan dengan itu, rasa sakit yang amat sangat kembali
menyeruak ke otakku sampai kepalaku terasa mau meledak ketika pada
puncaknya nikmat itu Ifan menggigit puring susuku kuat-kuat.
Tubuhku meronta dan mengejang menahan rasa sakit yang amat sangat dan
tiba-tiba terasa vaginaku menjepit milik Ifan dengan kuat dan Ifan
kesulitan menggerakkan miliknya dalam rongga tubuhku. Namun tampaknya
Ifan justru merasakan puncak kenikmatan dan terasa cairan hangat
menyemprot dari milik Ifan menjadikan rasa sakit yang kurasakan
bercampur rasa sakit yang tak terhingga.
Hampir pingsan aku merasakannya. Tubuhku lemas seolah tak bertenaga.
Rasa sakit yang mendenyut-denyut menyadarkanku dan kutolakkan tubuh Ifan
yang masih menindihku. Berbagai perasaan mengaduk-aduk dalam diriku.
Aku marah, terkejut, menyesal sekaligus juga senang bercampur aduk.
Marah sebab aku tak menyangka Ifan memukuliku seperti itu. Terkejut, aku
tak menyangka Ifan yang biasanya menyayangiku tiba-tiba berubah menjadi
setan iblis yang berbuat sekasar itu. Menyesal, mengapa Ifan sampai
berbuat seliar itu memperkosaku, padahal aku menginginkan diperlakukan
dengan lembut dan hangat. Tapi aku juga senang, ternyata Ifan nggak
impoten seperti yang kutakutkan; dan aku juga senang bisa
mempersembahkan keperawananku pada suamiku.
Aku menangis tersedu-sedu, tidak saja oleh berbagai rasa yang
mengaduk-aduk perasaanku seperti yang kuceriterakan di atas, tapi juga
oleh rasa sakit yang mendenyut-denyut di sekujur tubuhku. Rasa sakit
seolah-olah menyentak-nyentak dari bekas cambukan di punggung dan dada,
dan bekas gigitan Ifan di puting susuku. Juga ada rasa perih di
selangkanganku.
Rupanya isak tangisku menyadarkan Ifan yang masih tergolek lemas setelah
kutolakkan dari atas tubuhku. Dengan cepat ia memelukku dan
memohon-mohon maaf padaku sambil ikut menangis.
Semula aku masih marah dan kutolakkan tangannya yang mau memelukku.
Tapi Ifan benar-benar menangis kaya anak kecil, ia memohon-mohon maaf
dan berjanji tak akan berbuat kasar lagi kepadaku. Akhirnya luluh juga
hatiku dan ketika entah ke berapa puluh kalinya ia memohon maaf, dengan
pelan kuanggukkan kepalaku dan kubiarkan tangannya memelukku. Ia amat
senang aku memaafkannya, dengan cepat ia bangkit dan menuju kotak P3K.
Diambilnya obat dan kapas. Ifan kembali menjadi Ifan yang selama ini
kukenal, kembali lembut dan penuh kasih sayang. Dengan masih
memohon-mohon maaf serta berjanji tak akan memukulku diambilnya handuk
dan dibasahinya dengan air hangat. Disekanya tubuhku yg penuh dengan
bilur-bilur, beberapa di antaranya sampai mengeluarkan darah.
Aku merintih ketika luka-luka bekas cambukan itu kena handuk basah.
Rasa pedih yang amat sangat menyentak-nyentak sampai ke otakku, apalagi
setelah diusap dengan obat luka yang amat pedih kurasakan. Aku tidak
hanya merintih, tetapi menangis sambil mengaduh kesakitan.
Tiba-tiba kurasakan tangan Ifan gemetar dan matanya yang tadi lembut
berubah menjadi ganas, kembali seperti ketika tadi ia memperkosaku. Aku
semakin meringis kesakitan sambil mengaduh keras-keras ketika tangannya
yang mengusapkan obat yang amat pedih ke susuku tiba-tiba mencengkeram
kedua susuku dengan kuatnya. Aku meronta-ronta tapi Ifan tampak sudah
lupa diri. Dengan kasar kedua tanganku yang berusaha menutupi kedua
susuku dipegangnya dan ditekan ke atas kepalaku. Dengan ganas dan liar
kembali bibirnya mengulum puting susuku yang masih sakit, membuat
kumenjerit kesakitan.
Jeritanku, rontaanku malah membuatnya semakin ganas, tidak saja ia
mengulum kedua puting susuku, namun ia menggigitnya keras-keras
membuatku semakin keras menjerit-jerit kesakitan sambil meronta-ronta
berontak ingin lepas dari tindihannya. Namun Ifan justru semakin liar
dan ganas. Kepalanya terus turun dari dadaku, menjelejahi perutku, lalu
aku tak tahu bagaimana melukiskan rasanya ketika kurasakan lidahnya
menyentuh kelentitku, sementara kedua tangannya kini meremas-remas
susuku sekuat-kuatnya. Rasa nikmat bercampur rasa sakit membuatku
semakin meronta-ronta.
Aku semakin menjerit-jerit histeris, nggak tahu apakah jerit
kesakitan atau jerit kenikmatan ketika kurasakan kelentitku dihisapnya
kuat-kuat sehingga hampir seluruhny masuk ke dalam rongga mulutnya dan
kurasakan lidahnya bergerak licah kesana-kemari mempermainkan kelentitku
yang ada dalam mulutnya di sela-sela gigi-giginya. Namun kemudian aku
benar-benar menjerit kesakitan, bahkan sampai meraung-raung ketika
kurasakan gigi-gigi Ifan menggigit dan mengunyah kelentitku. Aku
benar-benar merasakan rasa sakit yang amat luar biasa. Semakin aku
menjerit semakin buas pula Ifan menggigit dan mengunyah kelentitku.
Aku sudah hampir pingsan ketika Ifan menghentikan gigitan dan
kunyahannya di kelentitku. Ia kembali berubah menjadi binatang buas yang
mengerikan. Dengan kasar direnggangkan kedua pahaku dan kembali ia
menindihiku sambil memasukkan miliknya dalam kemaluanku. Aku
meronta-ronta sekuat-kuatnya karena sambil menggerakkan miliknya keluar
masuk dalam lubang kemaluanku, kini mulut Ifan kembali menggigit dan
mengunyah-ngunyah kedua puting susuku secara bergantian. Semakin kuat
aku meronta, semakin keras aku menjerit dan menangis kesakitan, Ifan
semakin ganas pula sampai akhirnya terasa tubuh Ifan menekan tubuhku
sekuat-kuatnya dan giginya yang tajam terdengar bergemeletuk menggigit
puting susuku sampai aku meronta sekuat-kuatnya dan terasa kembali
cairan hangat menyemprot ke dalam lubang kemaluanku. Ada rasa nikmat
tapi rasa nikmat itu masih terkalahkan oleh rasa sakit yang tiada tara.
Kami tergolek lemas, tenagaku benar-benar sudah habis, tak kuasa aku
menggerakkan ujung jariku saja. Kubiarkan Ifan tetap terbaring menindihi
tubuhku. Aku menangis tersedu, tidak saja oleh rasa sakit yang masih
mendenyut-denyut dari bekas cambukan punggungku dan bekas gigitan Ifan
di kedua susuku, melainkan lebih oleh rasa sakit hati dan kecewa. Betapa
Ifan yang kucinta sepenuh hati dan ingin kuserahkan segenap hidupku,
jiwa ragaku, kok tega berbuat sekasar itu pada diriku.
Mendengar tangisku, Ifan tampaknya tersadar dan dengan cepat
meloncat dari atas tubuhku. Aku bisa bernafas lega sebab ia sudah tidak
menindihku lagi. Ifan tampak melotot memandangi tubuhku yang telanjang
dan darah meleleh dari kedua puting susuku yang luka akibat gigitannya.
Ifan tersadar dan kembali menangis memohon-mohon ampun dan aku yang
masih lemas tak mampu menolak tangannnya yang mengusap-usap kedua
putingku yang luka,meski sebenarnya aku ingin marah dan tak sudi
disentuh. Tapi mulutku tak bisa menahan aduhanku ketika Ifan
membersihkan darah yang mulai mengering dari puting susuku. Mula-mula
Ifan dengan hati-hati membersihkan darah dari sekitar puting susuku,
namun lama-lama ketika mendengar rintih kesakitan dari mulutku, tangan
Ifan semakin kuat mencengkeram kedua susuku. Pasti saja aku merintih
lebih keras sambil meronta-ronta.
Selanjutnya Ifan semakin ganas meremas-remas dan mencubit puting
susuku, bahkan memilin-milin puting susuku yang luka itu sehingga terasa
darah kembali merembes keluar membasahi tangan Ifan. Akibatnya aku
semakin meronta-ronta dan rtintihan kesakitanku semakin keras dan
Ifanpun semakin liar, semakin ganas dan semakin buas memperlakukan aku
yang sudah nggak bisa melawan lagi. Ketika rasa sakit tak bisa kutahan
lagi, aku meronta-ronta sambil menjerit-jerit kesakitan tetapi justru
hal itu semakin membuat Ifan semakin buas dan liar. Ditelentangkan
kembali aku yang berusaha telungkup agar kedua susuku selamat dari
remasannya, lalu direnganggkannya kedua pahaku dan ia sudah di atas
tubuhku. Dengan ganas dan liar ia kembali menyetubuhiku, sambil mulutnya
mengulum, menggigit dan mengunyah kedua susuku secara bergantian. Aku
hanya bisa meronta dan menjerit kesakitan, namun Ifan semakin liar dan
cepat sampai akhirnya ia mengigit putingku sekuat-kuatnya ketika ia
mencapai puncaknya dan akupun menjerit sekeras-kerasnya karena menahan
rasa sakit yang tak terperikan.
Rasa sakit yang amat sangat menjadikan tubuhku mengejang dan
akibatnya kembali milik Ifan terjepit kuat oleh vaginaku yang menegang
dan mengencang ketika aku menahan rasa sakit yang amat sangat. Ifan
kesulitan menggerakkan miliknya karena kuatnya jepitan vaginaku. Namun
hal itu justru membuat Ifan semakin kuat menekan dan menarik miliknya
sambil dari mulutnya yang menggigit puting susuku juga keluar erang
kenikmatan, sampai akhirnya kembali terasa cairan hangat menyemprot ke
dalam vaginaku. Rasa sakit yang amat sangat membuat pandanganku gelap
dan aku tak ingat apa-apa lagi.
Aku tersadar dari pingsanku ketika kurasakan rasa sakit berdenyut-denyut
dari dadaku dan ketika kubuka mataku, Ifan tampak membersihkan darah
yang semakin banyak merembes membasahi kedua bukit susuku. Mendengar
desis kesakitanku, terasa tangan Ifan meremas susuku semakin kuat. Hal
ini membuat aku kembali mengerang kesakitan sambil meronta.
Tampaknya erang kesakitanku kembali merangsang Ifan, ia semakin kuat
meremas-remas susuku, lalu kembali ia mengulum, mengunyah dan menggigit
kedua susuku, menjadikan aku kembali menjerit-jerit kesakitan. Namun hal
ini justru membuat Ifan bertambah ganas dan kembali ia dengan liar dan
ganasnya naik ke tubuhku dan aku hanya bisa menangis menjerit-jerit
kesakitan ketika ia mengayun-ayunkan pantatnya di atas tubuhku dan
mulutnya mengunyah dan mengigiti kedua puting susuku. Kembali rasa sakit
yang amat sangat membuat tubuhku mengejang menahan rasa sakit dan
kembali milik Ifan terjepit vaginaku sekuat-kuatnya sampai ia nggak bisa
dengan mudah menggerak-gerakkan miliknya keluar masuk milikku.
Aku masih tergolek lemas tak kuasa menggerakkan sedikitpun semua
anggota tubuhku ketika Ifan terpaksa berangkat ke kantor karena cuti
bulan madunya habis. Ia harus bertugas ke luar daerah selama seminggu.
Ia tampak amat khawatir dan sebenarnya tak ingin pergi, tapi bossnya di
kantor telah meneleponnya. Ketika akan berangkat kembali Ifan menangis
tersedu-sedu meminta maaf. Meski di satu sisi hatiku aku amat marah dan
menyesal kawin dengannya yang memperlakukan aku dengan liar dan ganas
sampai aku menderita rasa sakit yang tiada terperikan, namun di sisi
relung hatiku yang lain aku tetap mencintainya dengan tulus. Akhirnya
aku menganggukkan kepala sambil membelai-belai kepalanya yang
tersedu-sedu di dadaku, ketika ia kembali dengan pandangan mata yang
amat memelas meminta maaf. Aku berusaha tersenyum ketika menganggukkan
kepalaku, dan mendorongnya untuk pergi bekerja. Akhirnya baru Ifan mau
berangkat ke kantor.
Sepeninggal Ifan aku tercenung sendirian. Tubuhku masih sakit semua
stlh semalaman nggak tahu berapa kali kami bercinta. Di satu sisi aku
merasa bahagia krn ternyata Ifan tidak impoten seperti yg selama ini
kupikirkan karena sebulan setelah pernikahan aku masih perawan; tapi di
sisi lain aku mulai khawatir mengapa gairah Ifan justru terangsang
ketika aku merintih kesakitan dan semakin ganas dan liar ketika aku
menangis meronta kesakitan? Jangan-jangan … aku tak berani meneruskan
andai-andai dalam pikiranku.
Kusibakkan selimutku dan aku yg masih telanjang dgn tertatih-tatih
berjalan menuju ke muka cermin. Rasa sakit yg amat pedih terasa di
selangkanganku. Ketika aku berdiri di muka cermin, tampak masih ada
darah mengering di pangkal pahaku.
Melihat itu aku bangga sebab aku bisa mempersembahkan keperawananku
kepada Ifan yg amat kucintai. Tapi ketika mataku terarah ke bayangan
tubuhku yg telanjang, aku bergidik ngeri. Masih terlihat jelas
bilur-bilur merah tua malang melintang di sekujur tubuhku bekas cambukan
tadi malam; dan juga tampak sekali gigi-gigi Ifan masih membekas di
kedua puting susuku dan daerah di sekitarnya. Luka-luka itu masih
merembeskan darah dan rasa sakitnya masih mendenyut-denyutterasa amat
menyakitkan.
Kembali aku bertanya-tanya. Seribu satu pertanyaan masih berputar di
kepalaku. Mengapa Ifan justru terangsang hebat stlh mencambuki aku?
Mengapa ketika aku meronta sambil menangis menjerit-jerit kesakitan
justru Ifan menubrukku dgn ganas dan akhirnya berhasil merobek selaput
keperawananku? Mengapa setelah itu ketika membelai tubuhku yg sakit dan
aku merintih kesakitan justru gairah Ifan bangkit lagi? Mengapa Ifan
semakin ganas menggigiti kedua susuku sampai aku meronta-ronta dan
menangis kesakitan? Apakah Ifan …? Pertanyaan itu sengaja tak kuteruskan
sebab aku takut sendiri akan jawabannya.
Dgn malas aku kembali berbaring sambil mengambil roti lapis yg tadi
sudah disiapkan Ifan ketika mau berangkat. Ketika memegang roti panggang
lapis daging dan susu hangat di gelas, aku teringat Ifan, betapa dia
masih menyempatkan menyiapkan makanan itu untukku? Betapa dia penuh
penyesalan sampai memangis ketika gairahnya telah mereda dan melihat
tubuhku yg penuh luka? Namun kenapa ia kembali menjadi ganas dan liar
begitu mendengar rintih kesakitanku? Apakah aku hrs mengalami spt ini
setiap melayani Ifan? Kembali aku nggak berani menjawab. Aku takut
membayangkan kenyataan yang terbentang di hadapanku.TAMAT
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Ini ceritaku entah berapa bulan lalu ketika sore aku aku sedang menghabiskan waktu selepas bekerja disebuah mall dijakarta. Penat bekerj...
-
Saya punya pengalaman sewaktu di massage oleh mas R,maaf saya posting pengalaman kami ya mas.. saya lihat millis ini makanya saya ingin se...
-
Kisah ini terjadi pada waktu aku duduk dipertengahan kelas 3 SMA dulu. Waktu itu nilai-nilai pelajaranku terutama matematika, fisika dan k...
-
Aku tugas ke kota Semarang untuk ngurusin kerjaanku, aku ngebut ngerjain kerjaan sampe ampir gak tidur supaya kerjaan cepet beres dan aku...
-
Cerita Sex . Bekerja sebagai auditor di perusahaan swasta memang sangat melelahkan. Tenaga, pikiran, semuanya terkuras. Apalagi kalau ada ...
No comments:
Post a Comment