Namaku Karina, usiaku 17 tahun dan aku adalah anak kedua dari pasangan
Menado-Sunda. Kulitku putih, tinggi sekitar 168 cm dan berat 50 kg.
Rambutku panjang sebahu dan ukuran dada 36B. Dalam keluargaku, semua
wanitanya rata-rata berbadan seperti aku, sehingga tidak seperti
gadis-gadis lain yang mendambakan tubuh yang indah sampai rela berdiet
ketat. Di keluarga kami justru makan apapun tetap segini-segini saja.
Suatu sore dalam perjalanan pulang sehabis latihan cheers di sekolah,
aku disuruh ayah mengantarkan surat-surat penting ke rumah temannya yang
biasa dipanggil Om Robert. Kebetulan rumahnya memang melewati rumah
kami karena letaknya di kompleks yang sama di perumahan elit selatan
Jakarta.
Om Robert ini walau usianya sudah di akhir kepala 4, namun wajah dan
gayanya masih seperti anak muda. Dari dulu diam-diam aku sedikit naksir
padanya. Habis selain ganteng dan rambutnya sedikit beruban, badannya
juga tinggi tegap dan hobinya berenang serta tenis. Ayah kenal dengannya
sejak semasa kuliah dulu, oleh sebab itu kami lumayan dekat dengan
keluarganya.
Kedua anaknya sedang kuliah di Amerika, sedang istrinya aktif di
kegiatan sosial dan sering pergi ke pesta-pesta. Ibu sering diajak oleh
si Tante Mela, istri Om Robert ini, namun ibu selalu menolak karena dia
lebih senang di rumah.
Dengan diantar supir, aku sampai juga di rumahnya Om Robert yang dari
luar terlihat sederhana namun di dalam ada kolam renang dan kebun yang
luas. Sejak kecil aku sudah sering ke sini, namun baru kali ini aku
datang sendiri tanpa ayah atau ibuku. Masih dengan seragam cheers-ku
yang terdiri dari rok lipit warna biru yang panjangnya belasan centi
diatas paha, dan kaos ketat tanpa lengan warna putih, aku memencet bel
pintu rumahnya sambil membawa amplop besar titipan ayahku.
Ayah memang sedang ada bisnis dengan Om Robert yang pengusaha kayu, maka
akhir-akhir ini mereka giat saling mengontak satu sama lain. Karena
ayah ada rapat yang tidak dapat ditunda, maka suratnya tidak dapat dia
berikan sendiri.
Seorang pembantu wanita yang sudah lumayan tua keluar dari dalam dan
membukakan pintu untukku. Sementara itu kusuruh supirku menungguku di
luar.
Ketika memasuki ruang tamu, si pembantu berkata, "Tuan sedang berenang,
Non. Tunggu saja di sini biar saya beritahu Tuan kalau Non sudah
datang."
"Makasih, Bi." jawabku sambil duduk di sofa yang empuk.
Sudah 10 menit lebih menunggu, si bibi tidak muncul-muncul juga, begitu
pula dengan Om Robert. Karena bosan, aku jalan-jalan dan sampai di pintu
yang ternyata menghubungkan rumah itu dengan halaman belakang dan kolam
renangnya yang lumayan besar. Kubuka pintunya dan di tepi kolam kulihat
Om Robert yang sedang berdiri dan mengeringkan tubuh dengan handuk.
"Ooh.." pekikku dalam hati demi melihat tubuh atletisnya terutama
bulu-bulu dadanya yang lebat, dan tonjolan di antara kedua pahanya.
Wajahku agak memerah karena mendadak aku jadi horny, dan payudaraku
terasa gatal. Om Robert menoleh dan melihatku berdiri terpaku dengan
tatapan tolol, dia pun tertawa dan memanggilku untuk menghampirinya.
"Halo Karin, apa kabar kamu..?" sapa Om Robert hangat sambil memberikan sun di pipiku.
Aku pun balas sun dia walau kagok, "Oh, baik Om. Om sendiri apa kabar..?"
"Om baik-baik aja. Kamu baru pulang dari sekolah yah..?" tanya Om Robert sambil memandangku dari atas sampai ke bawah.
Tatapannya berhenti sebentar di dadaku yang membusung terbungkus kaos
ketat, sedangkan aku sendiri hanya dapat tersenyum melihat tonjolan di
celana renang Om Robert yang ketat itu mengeras.
"Iya Om, baru latihan cheers. Tante Mella mana Om..?" ujarku basa-basi.
"Tante Mella lagi ke Bali sama teman-temannya. Om ditinggal sendirian nih." balas Om Robert sambil memasang kimono di tubuhnya.
"Ooh.." jawabku dengan nada sedikit kecewa karena tidak dapat melihat tubuh atletis Om Robert dengan leluasa lagi.
"Ke dapur yuk..!"
"Kamu mau minum apa Rin..?" tanya Om Robert ketika kami sampai di dapur.
"Air putih aja Om, biar awet muda." jawabku asal.
Sambil menunggu Om Robert menuangkan air dingin ke gelas, aku pindah
duduk ke atas meja di tengah-tengah dapurnya yang luas karena tidak ada
bangku di dapurnya.
"Duduk di sini boleh yah Om..?" tanyaku sambil menyilangkan kaki kananku dan membiarkan paha putihku makin tinggi terlihat.
"Boleh kok Rin." kata Om Robert sambil mendekatiku dengan membawa gelas berisi air dingin.
Namun entah karena pandangannya terpaku pada cara dudukku yang menggoda
itu atau memang beneran tidak sengaja, kakinya tersandung ujung keset
yang berada di lantai dan Om Robert pun limbung ke depan hingga
menumpahkan isi gelas tadi ke baju dan rokku.
"Aaah..!" pekikku kaget, sedang kedua tangan Om Robert langsung menggapai pahaku untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
"Aduh.., begimana sih..? Om nggak sengaja Rin. Maaf yah, baju kamu jadi
basah semua tuh. Dingin nggak airnya tadi..?" tanya Om Robert sambil
buru-buru mengambil lap dan menyeka rok dan kaosku.
Aku yang masih terkejut hanya diam mengamati tangan Om Robert yang
berada di atas dadaku dan matanya yang nampak berkonsentrasi menyeka
kaosku. Putingku tercetak semakin jelas di balik kaosku yang basah dan
hembusan napasku yang memburu menerpa wajah Om Robert.
"Om.. udah Om..!" kataku lirih.
Dia pun menoleh ke atas memandang wajahku dan bukannya menjauh malah
meletakkan kain lap tadi di sampingku dan mendekatkan kembali wajahnya
ke wajahku dan tersenyum sambil mengelus rambutku.
"Kamu cantik, Karin.." ujarnya lembut.
Aku jadi tertunduk malu tapi tangannya mengangkat daguku dan malahan
menciumku tepat di bibir. Aku refleks memejamkan mata dan Om Robert
kembali menciumku tapi sekarang lidahnya mencoba mendesak masuk ke dalam
mulutku. Aku ingin menolak rasanya, tapi dorongan dari dalam tidak
dapat berbohong. Aku balas melumat bibirnya dan tanganku meraih pundak
Om Robert, sedang tangannya sendiri meraba-raba pahaku dari dalam rokku
yang makin terangkat hingga terlihat jelas celana dalam dan
selangkanganku.
Ciumannya makin buas, dan kini Om Robert turun ke leher dan menciumku di
sana. Sambil berciuman, tanganku meraih pengikat kimono Om Robert dan
membukanya. Tanganku menelusuri dadanya yang bidang dan bulu-bulunya
yang lebat, kemudian mengecupnya lembut. Sementara itu tangan Om Robert
juga tidak mau kalah bergerak mengelus celana dalamku dari luar,
kemudian ke atas lagi dan meremas payudaraku yang sudah gatal sedari
tadi.
Aku melenguh agak keras dan Om Robert pun makin giat meremas-remas
dadaku yang montok itu. Perlahan dia melepaskan ciumannya dan aku
membiarkan dia melepas kaosku dari atas. Kini aku duduk hanya mengenakan
bra hitam dan rok cheersku itu. Om Robert memandangku tidak berkedip.
Kemudian dia bergerak cepat melumat kembali bibirku dan sambil french
kissing, tangannya melepas kaitan bra-ku dari belakang dengan tangannya
yang cekatan.
Kini dadaku benar-benar telanjang bulat. Aku masih merasa aneh karena
baru kali ini aku telanjang dada di depan pria yang bukan pacarku. Om
Robert mulai meremas kedua payudaraku bergantian dan aku memilih untuk
memejamkan mata dan menikmati saja. Tiba-tiba aku merasa putingku yang
sudah tegang akibat nafsu itu menjadi basah, dan ternyata Om Robert
sedang asyik menjilatnya dengan lidahnya yang panjang dan tebal. Uh..,
jago sekali dia melumat, mencium, menarik-narik dan menghisap-hisap
puting kiri dan kananku.
Tanpa kusadari, aku pun mengeluarkan erangan yang lumayan keras, dan itu malah semakin membuat Om Robert bernafsu.
"Oom.. aah.. aaah..!"
"Rin, kamu kok seksi banget sih..? Om suka banget sama badan kamu, bagus
banget. Apalagi ini.." godanya sambil memelintir putingku yang makin
mencuat dan tegang.
"Ahh.., Om.. gelii..!" balasku manja.
"Sshh.. jangan panggil 'Om', sekarang panggil 'Robert' aja ya, Rin. Kamu kan udah gede.." ujarnya.
"Iya deh, Om." jawabku nakal dan Om Robert pun sengaja memelintir kedua putingku lebih keras lagi.
"Eeeh..! Om.. eh Robert.. geli aah..!" kataku sambil sedikit cemberut namun dia tidak menjawab malahan mencium bibirku mesra.
Entah kapan tepatnya, Om Robert berhasil meloloskan rok dan celana dalam
hitamku, yang pasti tahu-tahu aku sudah telanjang bulat di atas meja
dapur itu dan Om Robert sendiri sudah melepas celana renangnya, hanya
tinggal memakai kimononya saja. Kini Om Robert membungkuk dan jilatannya
pindah ke selangkanganku yang sengaja kubuka selebar-lebarnya agar dia
dapat melihat isi vaginaku yang merekah dan berwarna merah muda.
Kemudian lidah yang hangat dan basah itu pun pindah ke atas dan mulai
mengerjai klitorisku dari atas ke bawah dan begitu terus berulang-ulang
hingga aku mengerang tidak tertahan.
"Aeeh.. uuh... Rob.. aawh.. ehh..!"
Aku hanya dapat mengelus dan menjambak rambut Om Robert dengan tangan
kananku, sedang tangan kiriku berusaha berpegang pada atas meja untuk
menopang tubuhku agar tidak jatuh ke depan atau ke belakang.
Badanku terasa mengejang serta cairan vaginaku terasa mulai meleleh
keluar dan Om Robert pun menjilatinya dengan cepat sampai vaginaku
terasa kering kembali. Badanku kemudian direbahkan di atas meja dan
dibiarkannya kakiku menjuntai ke bawah, sedang Om Robert melebarkan
kedua kakinya dan siap-siap memasukkan penisnya yang besar dan sudah
tegang dari tadi ke dalam vaginaku yang juga sudah tidak sabar ingin
dimasuki olehnya.
Perlahan Om Robert mendorong penisnya ke dalam vaginaku yang sempit dan
penisnya mulai menggosok-gosok dinding vaginaku. Rasanya benar-benar
nikmat, geli, dan entah apa lagi, pokoknya aku hanya memejamkan mata dan
menikmati semuanya.
"Aaww.. gede banget sih Rob..!" ujarku karena dari tadi Om Robert belum
berhasil juga memasukkan seluruh penisnya ke dalam vaginaku itu.
"Iyah.., tahan sebentar yah Sayang, vagina kamu juga sempitnya.. ampun deh..!"
Aku tersenyum sambil menahan gejolak nafsu yang sudah menggebu.
Akhirnya setelah lima kali lebih mencoba masuk, penis Om Robert berhasil
masuk seluruhnya ke dalam vaginaku dan pinggulnya pun mulai bergerak
maju mundur. Makin lama gerakannya makin cepat dan terdengar Om Robert
mengerang keenakan.
"Ah Rin... enak Rin.. aduuuh..!"
"Iii.. iyaa.. Om.. enakk.. ngentott.. Om.. terusss.. eehh..!" balasku sambil merem melek keenakan.
Om Robert tersenyum mendengarku yang mulai meracau ngomongnya. Memang
kalau sudah begini biasanya keluar kata-kata kasar dari mulutku dan
ternyata itu membuat Om Robert semakin nafsu saja.
"Awwh.. awwwh.. aah..!" orgasmeku mulai lagi.
Tidak lama kemudian badanku diperosotkan ke bawah dari atas meja dan
diputar menghadap ke depan meja, membelakangi Om Robert yang masih
berdiri tanpa mencabut penisnya dari dalam vaginaku. Diputar begitu
rasanya cairanku menetes ke sela-sela paha kami dan gesekannya
benar-benar nikmat.
Kini posisiku membelakangi Om Robert dan dia pun mulai menggenjot lagi
dengan gaya doggie style. Badanku membungkuk ke depan, kedua payudara
montokku menggantung bebas dan ikut berayun-ayun setiap kali pinggul Om
Robert maju mundur. Aku pun ikut memutar-mutar pinggul dan pantatku. Om
Robert mempercepat gerakannya sambil sesekali meremas gemas pantatku
yang semok dan putih itu, kemudian berpindah ke depan dan mencari
putingku yang sudah sangat tegang dari tadi.
"Awwh.. lebih keras Om.. pentilnya.. puterrr..!" rintihku dan Om Robert
serta merta meremas putingku lebih keras lagi dan tangan satunya
bergerak mencari klitorisku.
Kedua tanganku berpegang pada ujung meja dan kepalaku menoleh ke
belakang melihat Om Robert yang sedang merem melek keenakan. Gila
rasanya tubuhku banjir keringat dan nikmatnya tangan Om Robert di
mana-mana yang menggerayangi tubuhku.
Putingku diputar-putar makin keras sambil sesekali payudaraku diremas
kuat. Klitorisku digosok-gosok makin gila, dan hentakan penisnya keluar
masuk vaginaku makin cepat. Akhirnya orgasmeku mulai lagi. Bagai terkena
badai, tubuhku mengejang kuat dan lututku lemas sekali. Begitu juga
dengan Om Robert, akhirnya dia ejakulasi juga dan memuncratkan spermanya
di dalam vaginaku yang hangat.
"Aaah.. Riin..!" erangnya.
Om Robert melepaskan penisnya dari dalam vaginaku dan aku berlutut lemas
sambil bersandar di samping meja dapur dan mengatur napasku. Om Robert
duduk di sebelahku dan kami sama-sama masih terengah-engah setelah
pertempuran yang seru tadi.
"Sini Om..! Karin bersihin sisanya tadi..!" ujarku sambil membungkuk dan
menjilati sisa-sisa cairan cinta tadi di sekitar selangkangan Om
Robert.
Om Robert hanya terdiam sambil mengelus rambutku yang sudah acak-acakan.
Setelah bersih, gantian Om Robert yang menjilati selangkanganku,
kemudian dia mengumpulkan pakaian seragamku yang berceceran di lantai
dapur dan mengantarku ke kamar mandi.
Setelah mencuci vaginaku dan memakai seragamku kembali, aku keluar
menemui Om Robert yang ternyata sudah memakai kaos dan celana kulot, dan
kami sama-sama tersenyum.
"Rin, Om minta maaf yah malah begini jadinya, kamu nggak menyesal
kan..?" ujar Om Robert sambil menarik diriku duduk di pangkuannya.
"Enggak Om, dari dulu Karin emang senang sama Om, menurut Karin Om itu temen ayah yang paling ganteng dan baik." pujiku.
"Makasih ya Sayang, ingat kalau ada apa-apa jangan segan telpon Om yah..?" balasnya.
"Iya Om, makasih juga yah permainannya yang tadi, Om jago deh."
"Iya Rin, kamu juga. Om aja nggak nyangka kamu bisa muasin Om kayak tadi."
"He.. he.. he.." aku tersipu malu.
"Oh iya Om, ini titipannya ayah hampir lupa." ujarku sambil buru-buru menyerahkan titipan ayah pada Om Robert.
"Iya, makasih ya Karin sayang.." jawab Om Robert sambil tangannya meraba pahaku lagi dari dalam rokku.
"Aah.. Om, Karin musti pulang nih, udah sore." elakku sambil melepaskan diri dari Om Robert.
Om Robert pun berdiri dan mencium pipiku lembut, kemudian mengantarku ke mobil dan aku pun pulang.
Di dalam mobil, supirku yang mungkin heran melihatku tersenyum-senyum sendirian mengingat kejadian tadi pun bertanya.
"Non, kok lama amat sih nganter amplop doang..? Ditahan dulu yah Non..?"
Sambil menahan tawa aku pun berkata, "Iya Pak, dikasih 'wejangan' pula.."
Supirku hanya dapat memandangku dari kaca spion dengan pandangan tidak
mengerti dan aku hanya membalasnya dengan senyuman rahasia. He..he..he..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Ini ceritaku entah berapa bulan lalu ketika sore aku aku sedang menghabiskan waktu selepas bekerja disebuah mall dijakarta. Penat bekerj...
-
Saya punya pengalaman sewaktu di massage oleh mas R,maaf saya posting pengalaman kami ya mas.. saya lihat millis ini makanya saya ingin se...
-
Kisah ini terjadi pada waktu aku duduk dipertengahan kelas 3 SMA dulu. Waktu itu nilai-nilai pelajaranku terutama matematika, fisika dan k...
-
Aku tugas ke kota Semarang untuk ngurusin kerjaanku, aku ngebut ngerjain kerjaan sampe ampir gak tidur supaya kerjaan cepet beres dan aku...
-
Cerita Sex . Bekerja sebagai auditor di perusahaan swasta memang sangat melelahkan. Tenaga, pikiran, semuanya terkuras. Apalagi kalau ada ...
No comments:
Post a Comment